Pertemuan Ke: 13
Hari/Tanggal :
Senin/ 24 Juli 2023
Materi : Kaidah Pantun
Pemateri :
Miftahul Hadi, S.Pd
Moderator :
Gina Dwi Septiani, S.Pd
Angin kencang berembus maju
Menjelang sore terus berangin siur
Lampu mati membuat lesu
Apa daya semua gelap gulita, tidurr
Dalam tidur ada mimpi
Dalam mimpi ada cerita indah
Indah dunia saat kita berbagi
Mari berbagi agar bisa menjadi berkah
Terbangun di hari pagi
Ketika ayam jago berkokok keras
Mari kawan bangun dari mimpi
Gapai masa depan dengan usaha keras
Kita
patut berbangga karena pantun telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda
secara nasional pada tahun 2014. Menyusul pada tanggal 17 Desember 2020 pantun
ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada sesi ke 15
intergovernmental comittee for the safeguarding of the intangible cultural
heritage. Dengan penetapan tersebut, bukan berarti kita tidak perlu berbuat
apa-apa lagi, justru untuk terus memelihara sebagai warisan budaya tak benda
dunia, pantun harus terus dikaji, ditulis sehingga terus lestari di masyarakat.
Pantun seringkali kita dengar saat pidato atau sambutan. Namun yang membuat
khawatir adalah pantun digunakan untuk mengolok-olok, ujaran kebencian seperti
yang sering kita saksikan di acara televisi.
Pantun
menurut Renward Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018; Setyadiharja,
2020) berasal dari kata “Pan” yang merujuk pada sifat sopan. Dan kata “Tun”
yang merujuk pada sifat santun. Kata “Tun” dapat diartikan juga sebagai pepatah
dan peribahasa (Hussain, 2019). Pantun berasal dari akar kata “TUN” yang
bermakna “baris” atau “deret”. Asal kata Pantun dalam masyarakat
Melayu-Minangkabau diartikan sebagai “Panutun”, oleh masyarakat Riau disebut
dengan “Tunjuk Ajar” yang berkaitan dengan etika (Mu’jizah, 2019). Pantun
termasuk puisi lama yang terdiri dari empat baris atau rangkap, dua baris
pertama disebut dengan pembayang atau sampiran, dan dua baris kedua disebut
dengan maksud atau isi (Yunos, 1966; Bakar 2020). Selain untuk komunikasi
sehari-hari, pantun juga dapat digunakan dalam sambutan pidato, menyatakan
perasaan, lirik lagu, perkenalan maupun berceramah/dakwah.
Untuk
mengembalikan Marwahnya, pantun memiliki fungsi antara lain Sebagai alat
pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan
menjaga alur berfikir. Pantun juga melatih seseorang berfikir tentang makna kata
sebelum berujar. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan
bermain-main dengan kata. Namun demikian, secara umum peran sosial pantun
adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan. Berikut merupakan ciri-ciri
pantun:
*
Satu bait terdiri atas empat baris
*
Satu baris terdiri atas empat sampai lima kata
*
Satu baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata
*
Bersajak a-b-a-b
*
Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang
*Baris
ketiga dan keempat disebut isi atau maksud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar